Portofolio Saya : Langkah Awal Berinvestasi Saham


Sudah cukup lama saya belum menulis lagi di blog ini. Itu karena beberapa urusan yang cukup menyibukkan saya: persiapan ujian tengah semester, pemasangan kijing almarhum bapak saya, dan baru saja saya pulang dari Pondok Pesantren Modern Gontor 6 Magelang untuk menjenguk dan mengurusi pembayaran spp adik saya.

Well, saya sudah menulis artikel tentang bagaimana cara memulai berinvestasi dan langkah awal dalam memilih saham. Saya ingin sekedar berbagi kepada teman-teman tentang bagaimana portofolio saya. Walaupun mungkin saya belum memiliki pengetahuan yang cukup mendalam tentang investasi, setidaknya saya paham prinsip dan dasar-dasar dalam berinvestasi. Jadi, saya langsung saja memberanikan diri untuk berinvestasi, nyata, bukan simulasi. Sekedar menyisihkan uang 5 ribu sehari, dan sekitar 150 ribu dalam satu bulan untuk berivestasi. Karena dengan prinsip bunga berbunga (compunding interest), semakin muda kita memulai berinvestasi maka semakin besar imbal hasil (return) yang akan kita dapatkan.

Berinvestasi saham tentunya tidak bisa asal-asalan. Walaupun masih sedikit pengetahuan saya, saya memegang prinsip yang diajarkan Benjamin Graham di buku "The Intelligent Investor" (Versi terjemahan, beli saja bukunya di Gramedia, hargai penulis dengan membeli buku asli). Dan dibantu dengan pengetahuan-pengetahuan yang saya dapatkan di forum Stockbit dan grup telegram Syariah Saham dan sumber lainnya. Sebelum membeli saham, saya terlebih dahulu mengumpulkan data seperti laporan keuangan, laporan tahunan, dan data-data lain yang mendukung dalam pengambilan keputusan.

Saham pertama saya
Saya mulai buka rekening efek pada awal Januari, sebelumnya saya mencari mana saham yang cukup bagus dan harganya murah dan sesuai dengan prinsip Value Investing. Lalu, ketemulah satu perusahaan yaitu PT Selamat Sempurna, Tbk. (SMSM). Saya menelaah laporan keuangannya, saya download laporan keuangan selama 10 tahun terakhir dan saya input ke dalam lembar kerja excel untuk dianalisa. Lembar kerja excel tersebut saya ambil dari blog Parahita yang saya modifikasi sedikit. Dari data tersebut bisa kita lihat bahwa SMSM memiliki pertumbuhan yang konsisten, belum pernah sekalipun labanya turun.


Di tahun 2016 juga labanya naik walaupun dibawah 10%. Tetapi yang menarik memang konsistensi dari pertumbuhan itu sendiri. Lalu kalau dilihat dari sisi profitabilitasnya (tingkat keuntungan perusahaan): Margin kotor, margin usaha, margin bersih, dan ROE (Return on Equity) perusahaan ini juga konsisten, malah mengalami peningkatan. Saya menambahkan ROE Clean Surplus dari buku "Buffet and Beyond" karya Dr. J. B. Farewell ke dalam lembar kerja ini.

*kanan ke kiri beturut-turut dari 2006 sampai 2015

Dan dari aspek posisi keuangannya: Rasio lancar, Hutang terhadap ekuitas, arus kas cukup sehat. Rasio lancarnya lebih dari 200% dan dari tahun ke tahun selalu meningkat. Hutangnya sangat sedikit. Dan arus kasnya juga positif.

Dan dari sisi valuasi, PER (Price to Earning Ratio) tidak terlalu mahal masih sekitar 15, untuk PBV nya agak mahal namun karena ROE nya tinggi maka PER tidak terlalu mahal. Kalau dari perhitungan DCF (Discounted Cash Flow) harga wajarnya berada di kisaran Rp. 1.500,- maka ini memberikan MoS (Margin of Safety) yang cukup besar (harga waktu itu Rp. 900). Maka saya beli lah saham ini.

O iya, SMSM ini adalah produsen filter mobil bermerek Sakura dan radiator bermerek ADR. Sebagian besar penjualannya 70% adalah ekspor ke banyak negara terutama Amerika, sisanya 30% penjualan dalam negeri. Dan mereka juga termasuk salah satu pemimpin pasar di regional Asia. Perusahaan ini juga memiliki kerja sama dengan Donaldson, pemimpin pasar dunia di industri komponen otomotif.

Saham lainnya
Lalu, saya secara konsisten menyisihkan uang ke rekening efek saya. Beberapa saham saya beli namun saya jual lagi karena beberapa pertimbangan. Seperti ini porto yang sedang saya pegang sekarang. Dan di sebelahnya catatan transaksi saya (Beli dan Jual) selama Januari sampai Maret.



PT Surya Toto Indonesia, Tbk. (TOTO) saya jual karena salah input data dan juga kurang yakin dengan prospeknya, saya jual saja walaupun rugi 2,5% (untungnya hanya beli 1 lot). Lalu PT. Agung Podomoro Land, Tbk. (APLN), PT. Mitra Keluarga Karyasehat, Tbk. (MIKA), PT. Bali Towerindo Sentra, Tbk. (BALI), yang semua saya jual, termasuk SMSM. Sebenarnya saham-saham tersebut cukup bagus, saya jual bukan karena semua saham itu jelek, tapi saya jual karena saya tertarik dengan PT. Lippo Cikarang, Tbk. (LPCK). Awalnya saya beli LPCK di harga Rp. 4.720,- lalu harganya terus turun, hingga akhirnya saya memutuskan untuk membeli lagi sehingga harga beli rata-rata saya Rp. 4.520,-. Saya juga baru saja membeli saham PT. Ekadharma International, Tbk. (EKAD). Nantinya mungkin saya akan membahas satu per satu saham-saham tersebut. Tapi saya akan menjelaskan sedikit mengapa saya menjual saham lain dan membeli LPCK. Bukankah seharusnya kita menaruh telur kita di banyak keranjang alias diversifikasi sehingga ketika satu keranjang rusak dan telurnya pecah, telur-telur lainnya masih aman di keranjang lainnya?

Mengapa Lippo Cikarang?
Well, tentunya saya juga ingin diversifikasi, tetapi murahnya harga saham LPCK membuat saya tertarik untuk menambah lagi kepemilikan saham ini. Mari kita lihat kinerja LPCK selama 10 tahun terakhir.
Menarik bukan? grafik pertumbuhannya ibarat pesawat yang sedang take off. Itu sampai di 2015. Ya, saya mengolah data sampai laporan keuangan tahunan 2015, saya membeli saham LPCK sebelum laporan keuangan tahun 2016 diterbitkan. Dan ternyata penjualan 2016 turun menjadi Rp. 1,5 Triliyun dibandingkan dengan tahun 2015 Rp. 2,1 Triliyun. Labanya pun turun menjadi Rp. 539 Miliyar di 2016 dibandingkan dengan tahun 2015 sebesar Rp. 914 Miliyar. Ini adalah pelemahan industri properti secara umum. Sehingga LPCK pun mengalami penurunan.

Tetapi yang menarik adalah rasio profitabilitas yang bagus. Mari kita lihat.

*kanan ke kiri berturut-turut 2007 sampai 2016

ROE dan Margin Laba Bersih yang tinggi dan konsisten dari tahun 2011 sampai 2015 membuat saya tertarik untuk membeli saham ini. Lebih baik dibandingkan dengan perusahaan pengembang properti lain. Bahkan di tahun 2016 ketika penjualan dan laba turun tajam. Rasio profitabilitasnya masih bagus, masih lebih baik dibandingkan dengan perusahaan pengembang properti lain.

Selain itu posisi keuangannya juga kuat. Rasio lancar di tahun 2016 ini sebesar 490%. Hutang dibanding Ekuitas sebesar 0,12. Hampir nol. Arus kasnya pun positif selama beberapa tahun terakhir ini. Dan dari segi valuasi, dengan harga sekarang Rp, 4.150,- itu terlampau murah. PER nya hanya sebesar 5,35 dan PBV nya 0,68. Dan berdasarkan metode DCF dengan rata-rata PER 10 tahun sebesar 9, harga wajarnya adalah Rp. 10.000,-. Ini memberikan Margin of Safety (Mos) lebih dari 50%. Yang artinya potensi keuntungan yang bisa kita dapat paling tidak 100%. Mungkin penurunan laba membuat para pemegang saham panik sehingga banyak yang menjualnya dan harganya sampai semurah ini. Saham ini juga pernah mencapai harga tertingginya Rp. 12.000,- sehingga saya pikir masuk akal jika harga saham ini akan mencapai Rp. 10.000,-

Menahan laba atau membagikan laba?
Perusahaan ini belum pernah membagikan dividen sama sekali. Dan ini mungkin salah satu faktor yang membuat harganya menurun. Kebanyakan investor tidak senang dan menjual saham LPCK karena laba turun dan tidak pernah membagikan dividen. Ya, perusahaan yang tidak membagikan dividen bisa dibilang perusahaan "pelit". Buat apa perusahaan mendapatkan laba tetapi labanya tidak dibagikan kepada pemegang saham? Tentang dividen ini juga menjadi salah satu topik di buku "The Intelligent Investor" di bab 19. Saya sendiri justru tertarik karena dengan perusahaan menahan laba dan menggunakan laba tersebut untuk diinvestasikan kembali, maka perusahaan akan semakin bertumbuh dan bertumbuh. Salah satu contoh, Berkshire Hathaway milik Warren Buffett tidak pernah membagikan dividen semenjak penawaran saham perdananya (IPO) sampai sekarang. Dan pertumbuhan perusahaannya bisa dilihat sebagai berikut.

*kiri ke kanan, Nilai Buku (Book Value) per saham, Harga per saham, dan Indeks S&P 500 termasuk dviden. Diambil dari Laporan Tahunan 2016 Berkshire Hathaway.

Dari tahun 1965 sampai 2016, Berkshire Hathaway telah tumbuh nilai bukunya sebesar 884 ribu persen! harganya juga meningkat 1,9 juta persen! dibandingkan dengan indeks S&P yang tumbuh sebesar 12 ribu persen. Itulah mengapa perusahaan yang tidak membagikan dividen justru terlihat lebih menarik. Perusahaan menginvestasikan kembali labanya untuk membuat perusahaannya semakin bertumbuh besar.

Mega proyek Orange County


Dan saat ini LPCK juga sedang menggarap mega proyek Orange County, kawasan perkotaan terpadu (mixed use) seluas 322 hektar dengan nilai sekitar Rp. 250 Triliyun. Saya sendiri pernah mampir ke kawasan Lippo Cikarang. Dan kawasan di situ memang bagus, lahan penghijauan luas, saya sendiri cita-citanya mau tinggal di situ, karena memang rasanya nyaman tinggal di situ. Kawasan ini cukup strategis, dekat dengan gerbang tol Cikarang, dekat dengan kawasan industri Cikarang, Kantor Pemda Bekasi juga letaknya di dekat kawasan ini dan ada kolam renang Waterboom yang menjadi favorit banyak orang. Well, saya pikir masuk akal jika LPCK tidak membagikan dividen dan menggunakan dana tersebut untuk membangun mega proyek sebesar ini. Tentunya kita tidak bisa memprediksi apa yang akan terjadi di masa depan. Tetapi setidaknya manajemen perusahaan melakukan usaha yang bagus dalam mendesain mega proyek ini. Dan rekam jejak LPCK dalam menghasilkan laba yang sudah terbukti bagus juga menjadi salah satu faktor kesuksesan LPCK di masa mendatang.

Saya juga tidak tau apakah akan mendapatkan keuntungan besar dengan berinvestasi di saham ini. Yang jelas, saya berinvestasi dengan Margin of Safety yang cukup tinggi. Saya tidak membayar mahal untuk berinvestasi di perusahaan ini. Saya juga percaya dengan prospek perusahaan ini dan prospek bisnis properti secara umum. Saya juga percaya manajemen perusahaan bisa terus mengelola dengan baik dan jujur perusahaan ini.

Dan saya akan selalu berpegang pada prinsip Benjamin Graham di gambar paling atas yang artinya "Investor individual harus selalu bertindak secara konsisten sebagai investor, dan bukan sebagai spekulator"

Oh ya, jangan lupa untuk membaca disclaimer di blog ini.

Cukup sekian tulisan kali ini. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi teman-teman sekalian. Semoga berkah.

Terima kasih

0 Comments