Uang receh kita, uang picisan, uang yang dianggap barang sisihan sisa-sisa. Yang nasibnya tak lebih baik dipake "nyawer" musisi jalanan, ngasih derma pengemis perempatan, dan yang lebih apes dipake untuk "kerokan" dari ujung tengkuk sampe ujung betis. Wow ! ternyata uang recehan itu menjadi tolok ukur inflasi yang terjadi di sebuah bangsa [hoek ! pengen muntah nggak Lo denger kalimat yang muluk-muluk].
Tapi beneran, Cing ! Ane masih ingat saat kecil dulu, di kisaran tahun 1985, saat kita masih sering digigit "orong-orong" saat main di kebon Pak Haji. Tahun segitu duit 5 rupiah sudah bisa dipake beli krupuk sambal segebok gedhe. Nggak percaya ?
Sumber gambar : hanadilahana.wordpress.com |
Waktu berjalan, lambat laun duit recehan bernasib malang itu semakin letoy digebug inflasi. Nilai tukarnya seakan tergerus putaran roda jaman [Puehh !]. Tahun 1992 duit 5 rupiah mulai lenyap. "Senjata" kerokan itu sudah ganti rupa ke angka 100 rupiah yang memang punya size mirip duit 5 rupiah. Apalagi itu, tuh. Duit logam seratus rupiah punya ukuran tebel, bisa dipake ngusir anjing dengan cara dilempar. Duit logam ini terus terang menjadi karya masterpiece Bank Indonesia yang berhasil mengembalikan kejayaan Toekang Kerok Poenggoeng Repoeblik Indonesia. Nah, di bawah ini, nih gambarnya. Duit ini pinggirnya mulus, tebel, sangat nyaman dipake kerokan. Dijamin Ente merem melek dikerok duit ini.
sumber : infobolu.com |
Sodara-sodara sebangsa tanah-sebangsa air, kembali ke topik uang receh versus inflasi. Sekarang Ane mau nanya, seberapa sering Ente-ente bertransaksi menggunakan uang receh ? Ane kira jawaban Ente sama dengan jawaban Ane bahwa, repetisi penggunaan uang receh di kehidupan kita sehari-hari sudah minim. Dua tahun kemarin logam 500 rupiah mulai "ngumpet" dari peredaran. Nah, di tahun 2015 ini, logam 1000 tiba-tiba ketularan langka.
Begini Sodara-Sodara, jika Ente-Ente dan termasuk Ane mulai meninggalkan pecahan logam rupiah kita, itu sama artinya dengan menggelindingkan "bola salju inflasi di negeri zamrud khatulistiwa" [Preett !]. Eh iya, beneran ! Duit logam lambat laun akan dimaknai otak kita sebagai "benda bundar tak bersisi yang remeh-temeh dan sangat-sangat tidak penting". Bayangkan ! gejala laten macam gini sudah nyata, Bro ! lihat saja ! beberapa Supermarket sudah mulai menggadaikan maruah nasionalisme kita terhadap nilai tukar rupiah ! [apa-apaan lagi neh]. Lah iya, Cing ! masak kembalian 500 rupiah diganti permen. Kelakuan macam begini ini yang menyebabkan "bola salju inflasi di negeri rayuan pulau kelapa" semakin tak terbendung. [iye-iye jangan ketinggian bahasanya, sok lu ah !]
Nah, meratapi nasib uang logam rupiah kita yang dipenuhi duka nestapa ini -tiba-tiba memantik ide brillian di otak Ane. [apa-apa ?]
Kapan-kapan Ente punya hajat beli kulkas di megamall, coba bertransaksi dengan logam recehan ! semoga mereka-mereka yang selama ini meremehkan recehan, pada insyaf saat keseleo mengangkat logam recehan sekarung. Semoga pula salah satu duit logam itu pada akhirnya meringankan beban nyeri di pundak mereka -saat anggota dari Barisan Toekang Kerok Poenggoeng Repoeblik Indonesia menunjukkan, betapa hebat kegunaan uang logam rupiah kita menyembuhkan nyeri di punggung pemuda-pemuda bangsa.
Renungan :
Beberapa tahun mendatang, barangkali duit di bawah ini sudah lenyap di peredaran.
sumber : Bank Indonesia |
Baca : Masihkah menabung pangkal kaya ?
0 Comments